Senin, 17 Desember 2012
Cerita Dewasa : Melayani Nafsu Pembokat
Ngentot pembantu ini terjadi saat aku dan suamiku pindah ke suatu daerah di Sumatera Selatan. Sebagai pengusaha yang sukses, suamiku membuka sebuah perkebunan di daerah itu. Sedang kedua anak kami kutitipkan di tempat neneknya di Padang. Di kota ini aku tinggal dan sengaja ikut suami. Sebagai pengusaha, ia ingin kudampingi sehingga tidak merepotkannya untuk pulang pergi ke Padang menemuiku. Anakku yang pertama berumur 6 tahun dan yang kedua berumur 5 tahun. Sekali sebulan aku pulang menemui kedua anakku.
Di rumahku kini aku tinggal dengan dua orang pembantu. Yang satu perempuan, sementara satunya lagi seorang laki-laki yang bertugas menjaga rumah sekaligus membersihkan mobil dan taman di rumahku ini. Laki-laki itu namanya Oding. Ia dipekerjakan oleh suamiku karena di daerahku ini amat sering terjadi perampokan. Masyarakatnya pun masih terbelakang. Pak Oding sangat disegani oleh masyarakat desa ini. Umurnya 52 tahun. Badannya sangat kekar. Hanya kakinya yang pincang sebelah akibat berkelahi dengan perampok beberapa tahun yang lalu. Para perampok itu berhasil dikalahkannya. Hanya saja satu kakinya pun menderita kelumpuhan akibat bacokan.
Setiap minggu, suamiku pergi ke perkebunan selama 1-2 hari dan bermalam di base campnya. jadi aku terpaksa tinggal sendirian di rumah ini bersama kedua pembantuku. Letak rumahku di desa ini jauh dari pemukiman penduduk lainnya. Tidak heran jika malam hari amat sepi dari kebisingan. Saat ini umurku menginjak 29 tahun dan suamiku 31 tahun. Kami dulunya kuliah bersama-sama. Suamiku memilih jadi pengusaha dan aku disarankannya menjadi ibu rumah tangga, karena segala kebutuhan hidupku telah tercukupi olehnya. Suamiku amat pengertian dan mencintaiku. Hampir dua kali seminggu kami selalu melakukan hubungan suami istri yang sering membuatku puas dan orgasme. Ini membuatku tambah mencintainya. Meskipun telah memiliki dua orang anak namun kami tetap mesra dan hangat.
Suatu saat suamiku sedang ke Jakarta untuk beberapa hari. Terpaksalah aku tinggal dan ditemani kedua pembantuku. Saat itu aku merasakan ada yang lain pada diri pembantuku yang laki-laki. Pak Oding sering mencuri pandang terhadapku. Sebagai majikannya, aku anggap bisa saja namun lama-kelamaan aku merasa jengah juga. Aku maklum, sebab sebagai laki-laki normal, Pak Oding tentu juga memiliki nafsu dan keinginan, namun aku tidak mungkin berselingkuh dengan pembantuku. Aku tidak mau mengkhianati suamiku.
Suatu saat, ketika aku mau ke pasar dengan menyetir mobilku, Pak Oding mencuri pandang ke arah dadaku, yang saat itu agak rendah belahannya. Bulu kudukku agak merinding melihat matanya yang melotot memandang dadaku.
Suamiku, karena kesibukannya, kini jarang sekali memberiku nafkah batin. Sebagai wanita normal, aku sebetulnya menginginkannya. Pada malam hari, suamiku mulai selalu pulang dalam keadaan capai dan terburu-buru.
Di rumahku kini aku tinggal dengan dua orang pembantu. Yang satu perempuan, sementara satunya lagi seorang laki-laki yang bertugas menjaga rumah sekaligus membersihkan mobil dan taman di rumahku ini. Laki-laki itu namanya Oding. Ia dipekerjakan oleh suamiku karena di daerahku ini amat sering terjadi perampokan. Masyarakatnya pun masih terbelakang. Pak Oding sangat disegani oleh masyarakat desa ini. Umurnya 52 tahun. Badannya sangat kekar. Hanya kakinya yang pincang sebelah akibat berkelahi dengan perampok beberapa tahun yang lalu. Para perampok itu berhasil dikalahkannya. Hanya saja satu kakinya pun menderita kelumpuhan akibat bacokan.
Setiap minggu, suamiku pergi ke perkebunan selama 1-2 hari dan bermalam di base campnya. jadi aku terpaksa tinggal sendirian di rumah ini bersama kedua pembantuku. Letak rumahku di desa ini jauh dari pemukiman penduduk lainnya. Tidak heran jika malam hari amat sepi dari kebisingan. Saat ini umurku menginjak 29 tahun dan suamiku 31 tahun. Kami dulunya kuliah bersama-sama. Suamiku memilih jadi pengusaha dan aku disarankannya menjadi ibu rumah tangga, karena segala kebutuhan hidupku telah tercukupi olehnya. Suamiku amat pengertian dan mencintaiku. Hampir dua kali seminggu kami selalu melakukan hubungan suami istri yang sering membuatku puas dan orgasme. Ini membuatku tambah mencintainya. Meskipun telah memiliki dua orang anak namun kami tetap mesra dan hangat.
Suatu saat suamiku sedang ke Jakarta untuk beberapa hari. Terpaksalah aku tinggal dan ditemani kedua pembantuku. Saat itu aku merasakan ada yang lain pada diri pembantuku yang laki-laki. Pak Oding sering mencuri pandang terhadapku. Sebagai majikannya, aku anggap bisa saja namun lama-kelamaan aku merasa jengah juga. Aku maklum, sebab sebagai laki-laki normal, Pak Oding tentu juga memiliki nafsu dan keinginan, namun aku tidak mungkin berselingkuh dengan pembantuku. Aku tidak mau mengkhianati suamiku.
Suatu saat, ketika aku mau ke pasar dengan menyetir mobilku, Pak Oding mencuri pandang ke arah dadaku, yang saat itu agak rendah belahannya. Bulu kudukku agak merinding melihat matanya yang melotot memandang dadaku.
Suamiku, karena kesibukannya, kini jarang sekali memberiku nafkah batin. Sebagai wanita normal, aku sebetulnya menginginkannya. Pada malam hari, suamiku mulai selalu pulang dalam keadaan capai dan terburu-buru.
Suatu hari, suamiku kembali ke perkebunan. Diperlukan waktu 4 jam untuk pergi ke sana. Hari itu cuaca hujan disertai guntur, namun suamiku tetap pergi karena ada yang perlu ia atur dengan para petani di perkebunan.
Malam itu, aku tidur sendiri di kamarku yang cukup luas. Aku tak bisa tidur. Gairahku menghentak-hentak. Aku menjadi pusing dan mencoba keluar kamar untuk minum, dengan harapan akan dapat menurunkan gairahku.
Di ruang belakang, aku mendengar suara televisi hidup. Aku pun pergi ke situ. Rupanya Pak Oding belum tidur dan masih nonton. Sedangkan pembantuku yang wanita tadi siang pulang ke kampungnya karena ada keperluan. Jadi di rumah itu sekarang yang ada hanya aku dan Pak Oding.
Lalu kusapa dia, “Oooo, Pak Oding belum tidur ya?”
“Belum, Bu… Acaranya bagus, nih,” katanya lagi, sambil tiduran di lantai.
Lalu aku ikut duduk juga di lantai yang beralaskan permadani itu untuk nonton. Saat itu aku mengenakan kimono tidur.
“Bu, Bapak pulangnya kapan? Udah malam kok belum juga pulang?” kata Pak Oding.
“Besok, Pak,” kataku, “Ada urusan penting di perkebunan.”
“Oooo…” Hanya itu yang keluar dari mulutnya.
Lalu ia berkata, “Kasian juga Ibu tinggal sendirian. Malam lagi… Apa ndak takut, Bu?”
“Oooo….. Nggak lah, Pak… Kan ada Bapak…. yang menjaga,” jawabku.
Dueeeerrrrrrrrrrrr!!!!!!… Terdengar bunyi petir yang diiringi hujan dan angin badai. Aku agak takut juga, namun tidak kuperlihatkan. Terbayang olehku kalau-kalau Oding memperkosaku saat ini.. Ihhhh ngeri, pikirku. Lalu aku beranjak ke kamarku…
“Kemana, Bu?” Tanya pak Oding.
“Saya tidur dulu…” Jawabku.
“Awas lho, Bu… Ada hantunya…!” katanya.
“Husyyyyy… Bapak ini koq nakutin saya?” kataku.
“Bukan begitu, Bu. Kan Ibu dengar sendiri bunyi itu,” katanya lagi.
Aku diam dan coba mendengarkannya… Memang ada suara gemerisik, namun tak jelas apakah karena hujan atau bukan. Aku merasa takut dan minta Pak Oding menemaniku…
“Pak… tidur di kamarku aja.. tapi dilantainya ya?” kataku.
“Baiklah, Bu….” Jawabnya sambil berdiri dan mematikan televisi.
Malam itu, aku tidur sendiri di kamarku yang cukup luas. Aku tak bisa tidur. Gairahku menghentak-hentak. Aku menjadi pusing dan mencoba keluar kamar untuk minum, dengan harapan akan dapat menurunkan gairahku.
Di ruang belakang, aku mendengar suara televisi hidup. Aku pun pergi ke situ. Rupanya Pak Oding belum tidur dan masih nonton. Sedangkan pembantuku yang wanita tadi siang pulang ke kampungnya karena ada keperluan. Jadi di rumah itu sekarang yang ada hanya aku dan Pak Oding.
Lalu kusapa dia, “Oooo, Pak Oding belum tidur ya?”
“Belum, Bu… Acaranya bagus, nih,” katanya lagi, sambil tiduran di lantai.
Lalu aku ikut duduk juga di lantai yang beralaskan permadani itu untuk nonton. Saat itu aku mengenakan kimono tidur.
“Bu, Bapak pulangnya kapan? Udah malam kok belum juga pulang?” kata Pak Oding.
“Besok, Pak,” kataku, “Ada urusan penting di perkebunan.”
“Oooo…” Hanya itu yang keluar dari mulutnya.
Lalu ia berkata, “Kasian juga Ibu tinggal sendirian. Malam lagi… Apa ndak takut, Bu?”
“Oooo….. Nggak lah, Pak… Kan ada Bapak…. yang menjaga,” jawabku.
Dueeeerrrrrrrrrrrr!!!!!!… Terdengar bunyi petir yang diiringi hujan dan angin badai. Aku agak takut juga, namun tidak kuperlihatkan. Terbayang olehku kalau-kalau Oding memperkosaku saat ini.. Ihhhh ngeri, pikirku. Lalu aku beranjak ke kamarku…
“Kemana, Bu?” Tanya pak Oding.
“Saya tidur dulu…” Jawabku.
“Awas lho, Bu… Ada hantunya…!” katanya.
“Husyyyyy… Bapak ini koq nakutin saya?” kataku.
“Bukan begitu, Bu. Kan Ibu dengar sendiri bunyi itu,” katanya lagi.
Aku diam dan coba mendengarkannya… Memang ada suara gemerisik, namun tak jelas apakah karena hujan atau bukan. Aku merasa takut dan minta Pak Oding menemaniku…
“Pak… tidur di kamarku aja.. tapi dilantainya ya?” kataku.
“Baiklah, Bu….” Jawabnya sambil berdiri dan mematikan televisi.
Pak Oding berjalan tertatih-tatih, karena kakinya memang pincang. Ia pun masuk kekamarku dan aku berikan sebuah bantal kepadanya. Aku tidur diatas ranjang yang besar dan kosong.
Mataku tak mau terpejam. Oding pun aku lihat belum tidur. Lalu kami bercerita tentang berbagai hal, mulai dari pekerjaanya sampai ke keluarganya di kampung.
“Bu… malam ini apa nggak kedinginan,” tanyanya.
Aku pikir ini pertanyaan yang kurang ajar dari seorang pembantu kepada majikannya.
“Nggak,” kataku singkat.
“Pak Oding Gimana? Mau selimut?” tawarku.
“Tidak usah, Bu,” tolaknya.
Aku turun dari ranjangku dan duduk di lantai dekat Oding.
“Mataku tak mau tidur, Pak”
“Masih takut, Bu?” tanyanya sambil duduk juga dekatku.
Lalu tangannya melingkar di bahuku. Aku kaget dan menepiskannya.
“Jangan, Pak. Saya kan istri Bapak, majikan kamu?” kataku.
“Maaf, Bu,” katanya lagi sambil menjauhkan dirinya dariku.
Namun entah kenapa di malam yang dingin dan suasana yang redup itu, tanpa kusadari, aku akhirnya pasrah dalam pelukan Pak Oding yang adalah pembantuku, pembantu haus sex yang butuh pelampiasan.
Aku tahu ia sudah lama berminat pada diriku. Aku yang sedang dilanda kesepian akhirnya tergoda juga untuk berhubungan intim dengan Pak Oding. Apalagi suasana saat itu sangat mendukung.
Beberapa saat setelah kutolak, malah aku yang lalu merapatkan tubuhku ke tubuhnya. Saat itu Pak Oding agak kaget namun ia dengan cepat dapat menangkapnya. Ia pun kembali melingkarkan tangannya di bahuku. Kali ini aku tak menolak. Beberapa waktu kemudian, kurebahkan kepalaku di bahunya yang bidang.
Tampak jelas bahwa Pak Oding sangat senang mendapatkan kenyataan itu. Tanpa perlu mengucapkan sepatah kata pun, ia langsung mengerti lampu hijau yang kuisyaratkan padanya. Tangannya pun lalu mulai berani bergerilya ke sekujur tubuhku yang dibalut kimono sutra. Akhirnya aku tak bisa berbuat apa-apa untuk menolaknya saat ia lepaskan satu per satu kimono tidurku hingga aku tak berpakaian sehelai benang pun.
Di malam itu aku pasrahkan setiap rongga tubuhku yang putih mulus ini untuk dicumbui pembantuku yang sudah tua ini. Malam itu pun aku terima keperkasaan permainan yang disuguhkan Pak Oding kepada tubuhku. Dengan sukarela, malam itu aku disenggamai oleh Oding. Aku pun menikmati setiap hentakan kelamin Pak Oding yang bergerak-gerak di dalam kemaluanku.
Buah dadaku pun tidak luput dari jamahan tangan kasarnya. Malam yang dingin itu, membuat kami bersama-sama sampai di pendakian birahi. Tubuhku dan tubuh pak Oding sama-sama basah oleh keringat dan saling bercampur.
Aku tidak berpikir tentang kekayaan dan wajah laki-laki yang menggauliku malam itu. Yang aku pikirkan adalah kepuasan ragawi yang diberikan pembantuku. Meskipun kakinya cacat namun ia amat perkasa mengaduk-aduk vaginaku.
Ada juga terbersit rasa penyesalan di dadaku karena telah mengkhianati suamiku dan menyeleweng dengan ngentot pembantu ku yang sudah tua ini. Sampai menjelang pagi Pak Oding tidak henti-hentinya terus mengaduk-aduk kemaluanku dengan penisnya yang panjang dan besar.
Semenjak kejadian itu, aku jadi terperangkap oleh permainan seks yang diberikan Pak Oding. Dengan suatu kode saja, ia akan tahu arti dan keinginanku. Di ranjang yang biasanya aku tiduri dengan suamiku ini, aku serahkan kehormatanku sebagai istri kepada Pak Oding bulat-bulat. Sampai saat ini aku masih selalu menjalaninya bersama dengan Oding saat suamiku ke Jakarta atau ke perkebunan.
Mataku tak mau terpejam. Oding pun aku lihat belum tidur. Lalu kami bercerita tentang berbagai hal, mulai dari pekerjaanya sampai ke keluarganya di kampung.
“Bu… malam ini apa nggak kedinginan,” tanyanya.
Aku pikir ini pertanyaan yang kurang ajar dari seorang pembantu kepada majikannya.
“Nggak,” kataku singkat.
“Pak Oding Gimana? Mau selimut?” tawarku.
“Tidak usah, Bu,” tolaknya.
Aku turun dari ranjangku dan duduk di lantai dekat Oding.
“Mataku tak mau tidur, Pak”
“Masih takut, Bu?” tanyanya sambil duduk juga dekatku.
Lalu tangannya melingkar di bahuku. Aku kaget dan menepiskannya.
“Jangan, Pak. Saya kan istri Bapak, majikan kamu?” kataku.
“Maaf, Bu,” katanya lagi sambil menjauhkan dirinya dariku.
Namun entah kenapa di malam yang dingin dan suasana yang redup itu, tanpa kusadari, aku akhirnya pasrah dalam pelukan Pak Oding yang adalah pembantuku, pembantu haus sex yang butuh pelampiasan.
Aku tahu ia sudah lama berminat pada diriku. Aku yang sedang dilanda kesepian akhirnya tergoda juga untuk berhubungan intim dengan Pak Oding. Apalagi suasana saat itu sangat mendukung.
Beberapa saat setelah kutolak, malah aku yang lalu merapatkan tubuhku ke tubuhnya. Saat itu Pak Oding agak kaget namun ia dengan cepat dapat menangkapnya. Ia pun kembali melingkarkan tangannya di bahuku. Kali ini aku tak menolak. Beberapa waktu kemudian, kurebahkan kepalaku di bahunya yang bidang.
Tampak jelas bahwa Pak Oding sangat senang mendapatkan kenyataan itu. Tanpa perlu mengucapkan sepatah kata pun, ia langsung mengerti lampu hijau yang kuisyaratkan padanya. Tangannya pun lalu mulai berani bergerilya ke sekujur tubuhku yang dibalut kimono sutra. Akhirnya aku tak bisa berbuat apa-apa untuk menolaknya saat ia lepaskan satu per satu kimono tidurku hingga aku tak berpakaian sehelai benang pun.
Di malam itu aku pasrahkan setiap rongga tubuhku yang putih mulus ini untuk dicumbui pembantuku yang sudah tua ini. Malam itu pun aku terima keperkasaan permainan yang disuguhkan Pak Oding kepada tubuhku. Dengan sukarela, malam itu aku disenggamai oleh Oding. Aku pun menikmati setiap hentakan kelamin Pak Oding yang bergerak-gerak di dalam kemaluanku.
Buah dadaku pun tidak luput dari jamahan tangan kasarnya. Malam yang dingin itu, membuat kami bersama-sama sampai di pendakian birahi. Tubuhku dan tubuh pak Oding sama-sama basah oleh keringat dan saling bercampur.
Aku tidak berpikir tentang kekayaan dan wajah laki-laki yang menggauliku malam itu. Yang aku pikirkan adalah kepuasan ragawi yang diberikan pembantuku. Meskipun kakinya cacat namun ia amat perkasa mengaduk-aduk vaginaku.
Ada juga terbersit rasa penyesalan di dadaku karena telah mengkhianati suamiku dan menyeleweng dengan ngentot pembantu ku yang sudah tua ini. Sampai menjelang pagi Pak Oding tidak henti-hentinya terus mengaduk-aduk kemaluanku dengan penisnya yang panjang dan besar.
Semenjak kejadian itu, aku jadi terperangkap oleh permainan seks yang diberikan Pak Oding. Dengan suatu kode saja, ia akan tahu arti dan keinginanku. Di ranjang yang biasanya aku tiduri dengan suamiku ini, aku serahkan kehormatanku sebagai istri kepada Pak Oding bulat-bulat. Sampai saat ini aku masih selalu menjalaninya bersama dengan Oding saat suamiku ke Jakarta atau ke perkebunan.
Label:
Cerita Dewasa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar